Shalat Hari Raya IDUL FITRI
Tidak terasa hari Raya Idul Fitri akan segera tiba. Di mana, hari ini merupakan tanda berakhirnya pertemuan kita dengan bulan penuh keberkahan. Kita akan memasuki bulan baru, yang akan menuntun kita untuk beraktivitas seperti biasanya, yakni tidak lagi berpuasa setiap hari.
Biasanya dalam memulai bulan yang baru ini, kita akan melaksanakan shalat Idul Fitri. Setiap umat Muslim dianjurkan untuk melaksanakannya. Semua berkumpul di tempat yang sama, mengumandangkan takbir.
Meski begitu, tak jarang pula kita temukan orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Fitri. Baik itu karena ada halangan maupun tidak. Lalu, apa hukum sebenarnya melaksanakan shalat Idul Fitri?
Shalat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah seperti shalat wajib. Allah Ta’ala memerintahkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah, “ (QS. Al-Kautsar: 1-2).
Allah Ta’ala mengaitkan keberuntungan seorang hamba dengan shalat tersebut. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat,” (QS. Al-A’la: 14-15).
Rasulullah ﷺ biasa mengerjakan shalat tersebut, memerintahkannya dan mengerahkan wanita-wanita dan anak-anak untuk menghadirinya. Shalat tersebut adalah salah satu syiar Islam dan salah satu fenomena di mana dengannya iman dan takwa terlihat dengan jelas.
Arti dari sunnah muakkadah adalah siapa yang mengerjakannya maka baginya pahala sedangkan siapa yang tidak melaksanakannya maka tidak ada dosa atasnya.
Sedangkan barangsiapa yang tidak melaksanakan shalat id; apakah diwajibkan atasnya mengqodho atau tidak ?
Didalam fatwanya, Markaz al Fatwa menyebukan bahwa waku shalat id dimulai sejak terbit matahari hingga tengah hari. Maka barangsiapa yang kehilangan shalat id bersama imam maka hendaklah dia mengerjakannya di waktu ini dan hal itu tetap dianggap dikerjakan pada waktunya (bukan qodho, pen) akan tetapi jika waktunya telah berlalu maka apakah disyariatkan baginya untuk mengqadhanya ? di sini terjadi perselisihan :
Imam Nawawi didalam “al Majmu’” mengatakan bahwa furu didalam madzhab-madzhab para ulama jika kehilangan shalat id maka telah kami sebutkan bahwa yang benar dari madzhab kami (Syafi’i) adalah dianjurkan baginya untuk mengqadhanya selamanya, ini juga diceritakan oleh Ibnu Mundzir dari Malik, Abu Tsaur.
Sementara al Abdariy menceritakan pendapat Malik, Abu Hanifah, al Mundziri, Daud bahwa ia tidak perlu diqadha.
Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa ia diqadha pada hari keduanya sedangkan untuk hari raya diqadha pada hari kedua dan ketiga.
Para pengikut madzhab Abu Hanifah berkata,”Madzhabnya (Abu Hanifah) seperti madzhab mereka berdua (Abu Yusuf dan Muhammad, pen), jika orang yang kehilangan waktu shalatnya bersama imam baik pada waktunya atau setelah berlalu waktunya maka shalatlah dua rakaat seperti shalat seorang imam…” (Markaz al Fatwa 40983)
Dengan demikian bagi seseorang yang tidak melaksanakannya maka dianjurkan untuk mengqadhanya baik pada waktunya yaitu antara terbit matahari hingga tengah hari maupun setelah waktunya berlalu baik shalat itu dilakukan sendirian di rumahnya atau berjamaah.
Tata cara melaksanakan qadhanya sama dengan pelaksanaan shalat id sebagaimana biasanya yaitu dua rakaat dengan 7 kali takbir diluar takbirotul ihram pada rakaat pertama dan 5 kali takbir diluar takbir bangun dari sujud pada rakaat kedua dengan bacaan al fatihah serta surat dikeraskan tanpa khutbah kecuali jika dilakukan secara berjamaah.
TAK terasa hari Raya Idul Fitri akan segera tiba. Di mana, hari ini merupakan tanda berakhirnya pertemuan kita dengan bulan penuh keberkahan. Kita akan memasuki bulan baru, yang akan menuntun kita untuk beraktivitas seperti biasanya, yakni tidak lagi berpuasa setiap hari.
Biasanya dalam memulai bulan yang baru ini, kita akan melaksanakan shalat Idul Fitri. Setiap umat Muslim dianjurkan untuk melaksanakannya. Semua berkumpul di tempat yang sama, mengumandangkan takbir.
Meski begitu, tak jarang pula kita temukan orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Fitri. Baik itu karena ada halangan maupun tidak. Lalu, apa hukum sebenarnya melaksanakan shalat Idul Fitri?
Shalat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah seperti shalat wajib. Allah Ta’ala memerintahkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah, “ (QS. Al-Kautsar: 1-2).
Allah Ta’ala mengaitkan keberuntungan seorang hamba dengan shalat tersebut. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat,” (QS. Al-A’la: 14-15).
Rasulullah ﷺ biasa mengerjakan shalat tersebut, memerintahkannya dan mengerahkan wanita-wanita dan anak-anak untuk menghadirinya. Shalat tersebut adalah salah satu syiar Islam dan salah satu fenomena di mana dengannya iman dan takwa terlihat dengan jelas.
Arti dari sunnah muakkadah adalah siapa yang mengerjakannya maka baginya pahala sedangkan siapa yang tidak melaksanakannya maka tidak ada dosa atasnya.
Sedangkan barangsiapa yang tidak melaksanakan shalat id; apakah diwajibkan atasnya mengqodho atau tidak ?
Didalam fatwanya, Markaz al Fatwa menyebukan bahwa waku shalat id dimulai sejak terbit matahari hingga tengah hari. Maka barangsiapa yang kehilangan shalat id bersama imam maka hendaklah dia mengerjakannya di waktu ini dan hal itu tetap dianggap dikerjakan pada waktunya (bukan qodho, pen) akan tetapi jika waktunya telah berlalu maka apakah disyariatkan baginya untuk mengqadhanya ? di sini terjadi perselisihan :
Imam Nawawi didalam “al Majmu’” mengatakan bahwa furu didalam madzhab-madzhab para ulama jika kehilangan shalat id maka telah kami sebutkan bahwa yang benar dari madzhab kami (Syafi’i) adalah dianjurkan baginya untuk mengqadhanya selamanya, ini juga diceritakan oleh Ibnu Mundzir dari Malik, Abu Tsaur.
Sementara al Abdariy menceritakan pendapat Malik, Abu Hanifah, al Mundziri, Daud bahwa ia tidak perlu diqadha.
Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa ia diqadha pada hari keduanya sedangkan untuk hari raya diqadha pada hari kedua dan ketiga.
Para pengikut madzhab Abu Hanifah berkata,”Madzhabnya (Abu Hanifah) seperti madzhab mereka berdua (Abu Yusuf dan Muhammad, pen), jika orang yang kehilangan waktu shalatnya bersama imam baik pada waktunya atau setelah berlalu waktunya maka shalatlah dua rakaat seperti shalat seorang imam…” (Markaz al Fatwa 40983)
Dengan demikian bagi seseorang yang tidak melaksanakannya maka dianjurkan untuk mengqadhanya baik pada waktunya yaitu antara terbit matahari hingga tengah hari maupun setelah waktunya berlalu baik shalat itu dilakukan sendirian di rumahnya atau berjamaah.
Tata cara melaksanakan qadhanya sama dengan pelaksanaan shalat id sebagaimana biasanya yaitu dua rakaat dengan 7 kali takbir diluar takbirotul ihram pada rakaat pertama dan 5 kali takbir diluar takbir bangun dari sujud pada rakaat kedua dengan bacaan al fatihah serta surat dikeraskan tanpa khutbah kecuali jika dilakukan secara berjamaah.
TAK terasa hari Raya Idul Fitri akan segera tiba. Di mana, hari ini merupakan tanda berakhirnya pertemuan kita dengan bulan penuh keberkahan. Kita akan memasuki bulan baru, yang akan menuntun kita untuk beraktivitas seperti biasanya, yakni tidak lagi berpuasa setiap hari.
Biasanya dalam memulai bulan yang baru ini, kita akan melaksanakan shalat Idul Fitri. Setiap umat Muslim dianjurkan untuk melaksanakannya. Semua berkumpul di tempat yang sama, mengumandangkan takbir.
Meski begitu, tak jarang pula kita temukan orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Fitri. Baik itu karena ada halangan maupun tidak. Lalu, apa hukum sebenarnya melaksanakan shalat Idul Fitri?
Shalat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah seperti shalat wajib. Allah Ta’ala memerintahkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah, “ (QS. Al-Kautsar: 1-2).
Allah Ta’ala mengaitkan keberuntungan seorang hamba dengan shalat tersebut. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat,” (QS. Al-A’la: 14-15).
Rasulullah ﷺ biasa mengerjakan shalat tersebut, memerintahkannya dan mengerahkan wanita-wanita dan anak-anak untuk menghadirinya. Shalat tersebut adalah salah satu syiar Islam dan salah satu fenomena di mana dengannya iman dan takwa terlihat dengan jelas.
Arti dari sunnah muakkadah adalah siapa yang mengerjakannya maka baginya pahala sedangkan siapa yang tidak melaksanakannya maka tidak ada dosa atasnya.
Sedangkan barangsiapa yang tidak melaksanakan shalat id; apakah diwajibkan atasnya mengqodho atau tidak ?
Didalam fatwanya, Markaz al Fatwa menyebukan bahwa waku shalat id dimulai sejak terbit matahari hingga tengah hari. Maka barangsiapa yang kehilangan shalat id bersama imam maka hendaklah dia mengerjakannya di waktu ini dan hal itu tetap dianggap dikerjakan pada waktunya (bukan qodho, pen) akan tetapi jika waktunya telah berlalu maka apakah disyariatkan baginya untuk mengqadhanya ? di sini terjadi perselisihan :
Imam Nawawi didalam “al Majmu’” mengatakan bahwa furu didalam madzhab-madzhab para ulama jika kehilangan shalat id maka telah kami sebutkan bahwa yang benar dari madzhab kami (Syafi’i) adalah dianjurkan baginya untuk mengqadhanya selamanya, ini juga diceritakan oleh Ibnu Mundzir dari Malik, Abu Tsaur.
Sementara al Abdariy menceritakan pendapat Malik, Abu Hanifah, al Mundziri, Daud bahwa ia tidak perlu diqadha.
Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa ia diqadha pada hari keduanya sedangkan untuk hari raya diqadha pada hari kedua dan ketiga.
Para pengikut madzhab Abu Hanifah berkata,”Madzhabnya (Abu Hanifah) seperti madzhab mereka berdua (Abu Yusuf dan Muhammad, pen), jika orang yang kehilangan waktu shalatnya bersama imam baik pada waktunya atau setelah berlalu waktunya maka shalatlah dua rakaat seperti shalat seorang imam…” (Markaz al Fatwa 40983)
Dengan demikian bagi seseorang yang tidak melaksanakannya maka dianjurkan untuk mengqadhanya baik pada waktunya yaitu antara terbit matahari hingga tengah hari maupun setelah waktunya berlalu baik shalat itu dilakukan sendirian di rumahnya atau berjamaah.
Tata cara melaksanakan qadhanya sama dengan pelaksanaan shalat id sebagaimana biasanya yaitu dua rakaat dengan 7 kali takbir diluar takbirotul ihram pada rakaat pertama dan 5 kali takbir diluar takbir bangun dari sujud pada rakaat kedua dengan bacaan al fatihah serta surat dikeraskan tanpa khutbah kecuali jika dilakukan secara berjamaah.
Wallahu A'lam Bish-shawabi
Posting Komentar untuk "Shalat Hari Raya IDUL FITRI"
silahkan berikan komentar, saran & kritik disini, terimakasih sobat.